Rabu, 05 Oktober 2022

Dessert 04/10/2022

Punishment. (18+)



“Masuk duluan.” Kata Naren saat mereka sudah sampai di depan ruangan. 

Dengan sigap Nad pun langsung masuk ke dalam sana. Jujur saja kini dirinya menyesali keputusan nya untuk menggoda sang kekasih. Terlebih saat ini ia jadi menyeret staf baru ke dalam masalah nya. Kalau kata Adnan, Pacar lo kaya macan mau nerkam orang kalo lagi cemburu, Serem.

Dapat wanita itu lihat dari dalam, jika sang kekasih sedang menuliskan sesuatu di sticky notes milik nya, setelah itu ia pun masuk kedalam. 



Kini pria tinggi itu sudah melepaskan jas hitam yang sedari pagi ia kenakan sambil berjalan ke arah nya. Jemarinya membuka dua kancing atas kemeja nya kasar. Melihat tatapan seduktif Naren yang tak terlepas sedikit pun, sedikit membuat Nad bergidik ngeri.

Nad menelan ludah. Jarak kedua nya sudah terkikis, tetapi Naren tidak menghentikan langkah nya sehingga Nad harus melangkah mundur perlahan. Sampai ia merasakan pinggul nya menyentuh bibir meja kerja Naren.

Mata Nad reflek terpejam kala Naren memajukan tubuh nya untuk mengambil remote kecil untuk menutup gorden dan kunci pintu nya secara otomatis—tubuh mereka tidak berjarak. Bahkan Nad bisa merasakan hembusan nafas pria itu di tengkuk nya. Salah. salah banget gue nguncir rambut hari ini, damn!

Naren menyipitkan mata, ketika melihat presensi remote yang berada di balik tubuh sang puan. Ia merundukan wajah nya dan melihat bibir Nad yang begitu dekat di hadapan nya. Bahkan dengan sekali gerakan ia bisa saja langsung mencium nya. 

Nit…Nit… 

Nad membuka mata. Ia menghela nafas lega mendengar suara kunci otomatis itu serta merasakan Naren yang mengurai jarak nya, Nad pun menaruh cangkir yang sedari tadi masih berada di genggaman nya ke sisi meja. Tetapi sial, sedetik kemudian Naren berbalik dan merapatkan tubuh nya kembali. Sehingga tubuh mungil Nad habis tertelan bahu lebar nya dengan tangan besar Naren yang sudah memeluk pinggang nya erat, membuat jantung Nad seakan melemah begitu saja.

“Kenapa di taro? kan belum diminum?” Suara Naren terdengar pelan, tetapi begitu dalam sehingga membuat lidah Nad kelu. 

“Hmm?” Nad menggigit bibir bawah nya, reflek memejamksn mata kembali saat suara Naren tepat di telinga nya.

“Kenapa, Sayang?” Suara Naren tertahan karena ia langsung membenamkan wajah nya di leher jenjang sang puan hingga nafas Nad tercekat, ia hanya mampu menggelengkan kepalanya—menahan rasa geli yang menggerayangi tubuh nya tiba-tiba. 

“Ahhh…” Tangan Nad mencengkram sisi punggung Naren seakan mencari pegangan ketika merasakan kaki nnya melemas—seperti jelly saat bibir Naren mulai bergerak ke arah telinga belakang nya, menciumi, menyesap, sesekali digigit nya dengan seduktif.

Sekuat mungkin Nad mengatur deru Nafas nya disana. Kepala nya mendadak pusing. Harus nya sedari awal ia ingat resiko yang akan di hadapi nya, ketika sang kekasih sedang terbakar api cemburu seperti sekarang. Kini Nad hanya memasrahkan diri jika ia harus tenggelam dalam permainan sang kekasih di ruang kerja nya. 

Tangan Naren sudah bergerak menjelajahi punggung Nad, ciuman nya sudah bergerak sampai tengkuk belakang. Naren menaikan sudut bibirnya, tersenyum menang kala terdengar erangan yang lolos dari bibir sang puan di saat titik terlemah Nad tersentuh oleh bibir tebal nya.

Hampir lima menit Naren mencumbu habis leher jenjang Nad. Membuat tubuh sang puan lemah tidak berdaya, ia pun bergerak melepaskan pelukan nya. Perlahan Nad menyandarkan pinggang nya di sisi meja, menegakkan kaki serta mengumpulkan sisa-sisa kewarasan nya kembali. 

Naren menumpukan tangan nya di dada, menaikan satu sudut bibirnya, terkekeh melihat wajah Nad sudah seperti kepiting rebus dengan mata sayu dan juga bibir yang memerah merekah—digigiti demi menahan erangan nya.

“Cobain.” Dagu Naren mengarah ke cangkir kopi di sebelah Nad.

Nad mendesah, menatap naren jengah.

“Kenapa?” Tanya nya lagi sedikit garang.

Waduh, cemburu beneran ini sih. Nad mengehela nafas sebentar. Oke, kalo gue bantah urusan nya bakalan panjang. Jadi iyain aja dulu. Tiba-tiba satu ide muncul di kepala Nad. Ia menggeser sedikit barang-barang di belakang nya, lalu mendudukan dirinya di pinggiran meja sehingga rok span selutut nya ikut terangkat dan menampakan paha putih nya. 

Nad menggapai cangkir hitam itu, lalu menempelkan bibir nya disana perlahan sambil menatap netra pria nya—menggoda. Menyesap kopi yang sudah dingin dengan punggung sedikit ditegakkan dan satu tangan nya menahan tubuh nya di meja—membusungkan dadanya dengan gerakan yang sengaja memancing sang kekasih.

Raut wajah Naren seketika berubah. Satu tangan menopang dagu nya, menggaruk seraya ada sesuatu yang mengganggu disana. Sorot mata nya semakin seduktif. 

Melihat kegelisahan yang mulai muncul di balik pancaran netra sang kekasih, membuat batin Nad bersorak sehingga ia semakin menaikan satu kaki nya, sehingga paha dalam nya sedikit terlihat.

“Enak?” Tanya Naren tiba-tiba lantas  membuat Nad menjulurkan cangkir nya begitu saja, seraya bertanya ‘Mau?’

Naren terkekeh. Tangannya membuka beberapa kancing kemeja nya lagi hingga menampilkan buff nya, lalu dengan cepat  Naren melangkah kan tungkai nya ke arah Nad. Dipagutnya bibir tebal sang puan dengan satu tangan yang langsung merengkuh pinggang kecil nya, satu tangan nya lagi mengambil alih cangkir hitam itu untuk di taruh ke tempat seperti semula. 

Merasakan lidah sang kekasih yang sudah menjelajah seduktif di dalam mulut nya itu, benar-benar membuat batin Nad tertawa. See? emang jalan satu-satu nya ngeredam amarah macan tuh, ya jadi umpan. Hahahaha, dasar laki.

Seketika jantung Nad berdebar ketika mengingat mereka bercumbu di ruang kerja Naren. Ya, memang mereka sudah sering melakukan hal itu, tetapi melihat pergerakan sang kekasih yang sudah lebih jauh saat ini—sepertinya ini akan menjadi yang pertama bagi mereka. Setidaknya, ia sudah membalikan suasana hati Naren. Membiarkan labium tebal itu terus mencumbui bibir, leher, hingga turun ke dada nya. Menikmati semua afeksi sentuhan jemari-jemarinya yang sudah menjelajah ke titik-titik sensitif nya. 

"Aku nggak kuat. Disini gapapa, ya?" Bisik Naren dengan suara yang terdengar frustasi. 

Nad terkekeh. "Just do it, hon." Jawab nya tak kalah menggoda. 

Mendengar persetujuan sang puan Naren langsung saja mengangkat tubuh Nad dan merebahkan wanita itu ke sofa yang berada di sana. Menuntaskan semua permainan yang sudah mereka mulai.